SCIENCE

Sunday, February 14, 2016

LANDASAN KURIKULUM

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunnyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan dan dalam perkembanagn kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrument dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum disetiap jenjang pendidikan.Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.
Oleh karena itu kurikulum dalam pendidikan perlu mempunyai perhatian yang besar baik bagi pemerintah sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang turun langsung mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik, dengan berlandaskan pada filosofis, psikologis, sosiologis dan organisatoris serta bersifat dinamis agar tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian kurikulum dan landasan?
2.    Bagaimana landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum?
3.    Bagaimana landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum?
4.    Bagaimana landasan sosial-budaya dalam pengembangan kurikulum?
5.    Bagaimana landasan perkembangan ilmu dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?
C.  Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui pengertian kurikulum dan landasan.
2.    Untuk mengetahui landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum.
3.    Untuk mengetahui landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum.
4.    Untuk mengetahui landasan sosial-budaya dalam pengembangan kurikulum.
5.    Untuk mengetahui landasan perkembangan ilmu dan teknologi dalam pengembangan kurikulum.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Kurikulum dan Landasan
Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia , tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Namun dalam kesehariannya banyak yang mengartikan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, dan yang populernya yaitu “the of a school is all experiences that pupils have under the guadience of the school”yaitu segala pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. Definisi yang mirip seperti itu diberikan antara lain oleh Harold Alberty, John Kerr dan lain-lain. Jadi, kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancang secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Adapun pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance leaner’s dictionari of current English” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut :“faoundation …. that on which an idea or belief rest an underlying principle’s as the foundations of religious belief the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama Islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. 
B.  Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung.Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis. Sering dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah yang menentukan tujuan umum pendidikan.
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup satu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu Negara dengan filasafat Negara yang dianutnya. Sebagai contoh, pada waktu Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat Negara kita dijajah oleh Jepang, maka kurikulum yang dianutnya juga berorientasi kepada kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh Jepang tersebut. Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perumusan tujuan pendidikan, penyususnan program pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi pendidikan, peranan yang harus dilakukan pendidik/peserta didik juga harus sesuai dengan falsafah bangsa ini yaitu pancasila.
Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai landasan berfikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-permasalahan sekitar bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada peserta didik, metode apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan – permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika, dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peran pendidik dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum, konsep hakikat manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik, konsep hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan, dan konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan. Keberadan aliran-aliran filsafat dalam pengembangan kurikulum di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji terlebih dahulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena tidak semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Adapun cabang-cabang filsafat khusus atau terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat moral, dan filsafat pedidikan. Diantara aliran-aliran tersebut yaitu:
1.    Aliran Progresevisme dan Pragmatisme.
Aliran progresevisme mengakui dan berusaha mengembangkan asasnya dalam semua realita kehidupan, dengan tujuan agar semua manusia dapat bertahan menghadapi semua tantangan hidup. Sedangkan menurut aliran pragmatisme, suatu keterangan itu baru dikatakan benar jika sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar kalau sesuai dengan kenyataannya.
2.    Aliran Esensialisme.
Aliran ini didasarkan oleh nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Nilai-nilai yang dimaksud ialah yang berasal dari kebudayaan dan falsafat yang korelatif selama empat abad belakangan, yaitu sejak zaman renaissance, sebagai pangkal timbulnya pandangan esensialisme adat.
3.    Aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susuan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Pandangan tentang epistemologi, dan aksiologi yang menjadi dasar bagi pengembangan konsep kurikulum yaitu, dari segi epistemologi, untuk memahami realita memerlukan asas tahu, maksudnya kita tidak mungkin memahami realita tanpa terlebih dahulu melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realitas terlebih dahulu melalui penemuan ilmu pengetahuan. Sedangkan dari segi aksiologinya, bahwa dalam proses interaksi sesama manusia diperlukan nilai-nilai.Begitu juga dalam hubungan manusia dengan alam semesta, prosesnya tidak mungkin dilakukan dengan sikap netral.
4.    Aliran Eksistensialisme.
Eksistensialisme merupakan paham yang berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas/kreatif, seseorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu bersifat relative, dan karenanya itu masing – masing individu bebas menetukan mana yang benar atau salah.Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: Bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
5.    Aliran Perenialisme.
Perenial berarti “abadi”, aliran ini beranggapan bahwa beberapa gagasan telah bertahan selama berabad-abad dan masih relevan saat ini seperti pada saat gagasan tersebut baru ditemukan. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
 


C.  Landasan Psikologis
Psikologi berkenaan dengan kajian tentang tingkah laku. Sehubungan dengan penyusunan kurikulum, tingkah laku manusia yang menjadi landasan berkenaan dengan “belajar”. Hal ini mencakup teori-teori yang berhubungan dengan proses belajar itu sendiri, dan teori tentang perkembangan individu yang terkait dengan perkembangan dalam melakukan proses belajar.
Kondisi psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungan”. Perilaku-perilakunya merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya  dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
1.    Psikologi Perkembangan.
Menurut J.P. Chaplin Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai “…that branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior”. Artinya, psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi-psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan prilaku. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik diharapkan pendidik dapat berjalan sesuai dengan karkteristik peserta didik serta kemampuannya, materi atau bahan pelajaran apa saja yang sesuai dengan umur, bakat serat kemampuan daya tangkap peserta didik begitu juga dengan cara penyampaiannya dengan berbagai metode yang dapat diterima dan dilihat dari sisi psikologis tiap peserta didik.
Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu, pendekatan pentahapan (stage approach), perkembangan individu berjalan melalui tahap – tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial (differential approach) melihat bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar perbedaan dan persamaan tersebut individu dikategorikan dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Seperti pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan lain sebagainya. Kedua pendekatan itu berusaha untuk menarik atau membuat generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Dalam kenyataannya seringkali ditemukan adanya sifat-sifat individual, yang hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya. Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individu-individu inilah yang dikelompokan sebagai pendekatan isaptif (ipsative approach).
Banyak ilmuan yang mengadakan penelitian akan tahap-tahap perkembangan manusia dari segi psikologinya, diantaranya ialah Roussea yang membagi seluruh masa perkembangan anak atas empat tahap perkembangan.
Tahap
Usia
Keterangan
I (infacy)
0-2 th
Tahap perkembangan fisik
II (childhood)
2-12 th
Perkembangan manusia primitive
III (pubescence)
12-15 th
Perkembangan intelektual dan kemampuan nalar
IV (adolescence)
15-25 th
Masa hidup sebagai manusia yang beradab, pertumbuhan seksual, social, moral, dan kata hati
Tahap perkembangan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum sebaiknya bersifat efektif, artinya tidak terpaku pada satu pendapat tentang tahapan saja, tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang sangat erat.
2.    Psikologi Belajar.
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun  psikomotorik terjadi karena proses pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar.
Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang dibahas dalam psikologi belajar, yaitu:
a.     Teori disiplin mental.
Menurut teori ini bahwa dari sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Menurut teori ini belajar adalah merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
b.    Teori behaviorisme.
Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau tidak membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam, budaya, religi, dan sebagainya.
c.     Teori kognitif gestald field.
Menurut teori ini, belajar adalah proses pengembangan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman tersebut terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar, merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
D.  Landasan Sosial-Budaya.
Pendidikan memegang peranan penting dalam proses pembudayaan, sosialisasi, bahkan rekontruksi sosial. Meskipun seringkali kita menemui kesulitan dalam menentukan bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut dilestarikan, ke arah mana proses sosialisasi itu diarahkan, dan lain-lain, namun secara umum peranan yang dimainkan oleh pendidikan dapat dikenali secara jelas. Timbulnya kesulitan itu karena memang tidak mudah mengkaji tuntutan masyarakat, oleh sebab adanya dinamika dan perkembangan, sehingga tuntutannya pun bersifat dinamis dan berkembang pula.
Adanya sifat dinamis, berkembangnya tuntutan, dan kekhasan masyarakat dalam kehidupan dan penghidupan ini dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya adalah budaya, dan lingkungan alami. Hal ini mengimplikasi adanya perbedaan antara sekelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain, terutama dilihat dari segi kebutuhan yang sepatutnya dipenuhi oleh pendidikan. Oleh karena itu, agar pendidikan dapat memberikan bekal yang berarti bagi masyarakat, maka kurikulum yang merupakan rencana belajar, perlu menjadikan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sebagai salah satu landasan dalam penyusunannya.
Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik informal, formal, maupun nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.
Menurut Daud Yusuf, terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu: logika, adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika. Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Daud Yusuf mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika), serta perasaan (estetika) manusia, dalam rangka perkembangan kepribadian manusia, perkembangan hubungan dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhannya. Ada faktor yang mendasari bahwa kebudayaan merupakan bagian penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1.    Individu lahir tidak berbudaya, baik hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah. Oleh karena itu sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2.    Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis ialah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, aspek budayanya yaitu kurikulum sebagai alat harus berimplikasi untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
E.   Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah produk dari kebudayaan. Kebudayaan manusia yang terkait dengan ilmu dan teknologi pada saat ini telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi. Kemajuan ilmu dan teknologi sudah hampir ketaraf yang dikatakan sebagi eksplosi (ledakan). Bila semua hasil temuan manusia sebagai kebudayaan ini harus disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang terbatas di sekolah, tidaklah mungkin semuanya dapat dilakukan. Oleh karena itu patut disampaikan kepada anak didik di sekolah, sehingga kurikulum sekolah dapat mengantarkan anak didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang paling mendasar untuk didimiliki sebagai bekal hidup.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidak pastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Perkembangan IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam  berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.  Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.  Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh  pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.

 


Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai  dari para  guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan system evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pengertian Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia , tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Adapun menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah.  Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. 
B.  Saran
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada allah swt, karena dengan kehendaknya penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Tetapi penulis meminta kritik dan saran dari semua orang yang membaca makalah ini, agar menjadi pembelajaran untuk penulis di kemudian hari. Agar terciptanya makalah yang lebih baik. Amien.


DAFTAR PUSTAKA
 


Hamalik,Oemar, 2007, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ali, Mohammad, 2004, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung : Sinar Baru
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2010, Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Remajs Rosdakarya

Dakir, 2010, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka Cipta