BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kurikulum
sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunnyai kedudukan yang sangat strategis
dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum
didalam pendidikan dan dalam perkembanagn kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh
dan kuat.
Landasan
pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau
kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan
tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para
pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta
pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan,
sebagai bahan untuk dijadikan instrument dalam melakukan pembinaan terhadap
implementasi kurikulum disetiap jenjang pendidikan.Penyusunan dan pengembangan
kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan
yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses
penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran
pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.
Oleh karena itu
kurikulum dalam pendidikan perlu mempunyai perhatian yang besar baik bagi pemerintah
sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang turun langsung
mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik, dengan berlandaskan
pada filosofis, psikologis, sosiologis dan organisatoris serta bersifat dinamis
agar tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kurikulum dan
landasan?
2. Bagaimana landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana landasan psikologis dalam
pengembangan kurikulum?
4. Bagaimana landasan sosial-budaya dalam
pengembangan kurikulum?
5. Bagaimana landasan perkembangan ilmu
dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian
kurikulum dan landasan.
2. Untuk mengetahui landasan filosofis
dalam pengembangan kurikulum.
3. Untuk mengetahui landasan psikologis
dalam pengembangan kurikulum.
4. Untuk mengetahui landasan
sosial-budaya dalam pengembangan kurikulum.
5. Untuk mengetahui landasan
perkembangan ilmu dan teknologi dalam pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
dan Landasan
Kurikulum bukan
berasal dari bahasa Indonesia , tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata
dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan
lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Namun dalam kesehariannya banyak yang mengartikan bahwa
kurikulum adalah rencana pendidikan, mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah, dan yang populernya yaitu “the of a school is all
experiences that pupils have under the guadience of the school”yaitu
segala pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. Definisi yang
mirip seperti itu diberikan antara lain oleh Harold
Alberty, John Kerr dan lain-lain. Jadi,
kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan
pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan dirancang secara
sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam
proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Adapun
pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance
leaner’s dictionari of current English” mengemukakan definisi
landasan sebagai berikut :“faoundation …. that on which an idea or belief rest
an underlying principle’s as the foundations of religious belief the basis
or starting point…”. Jadi
menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang
menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam
agama Islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat
diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan
dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.
Landasan
pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga
apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang
tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin
atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh.
Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan
yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi
taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik
itu sendiri.
Ada
beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S.
zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy
and nature of knowledge, society and culture, the
individual dan learning theory. Sedangkan S.
Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu
asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas
sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam
bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan
asas psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak
dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat
dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya.
B. Landasan
Filosofis
Pendidikan
berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang
diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung.Apakah yang
menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan
dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial
yaitu jawaban-jawaban filosofis. Sering dikatakan dan sudah menjadi
terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu,
pada hakikatnya filsafat jugalah yang menentukan tujuan umum pendidikan.
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan
menjadi hiasan lidah belaka, melainkan harus meresapi tingkah laku semua
anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam
perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukan pentingnya filsafat pendidikan sebagai
landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Kurikulum
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup satu bangsa,
maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau
pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat
hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu Negara dengan
filasafat Negara yang dianutnya. Sebagai contoh, pada waktu Indonesia dijajah
oleh Belanda, maka kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada
kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat Negara kita dijajah oleh
Jepang, maka kurikulum yang dianutnya juga berorientasi kepada kepentingan dan
sistem nilai yang dianut oleh Jepang tersebut. Setelah Indonesia merdeka pada
tanggal 17 agustus 1945, Indonesia menggunakan pancasila sebagai dasar dan
falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan
pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perumusan tujuan
pendidikan, penyususnan program pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan
atau strategi pendidikan, peranan yang harus dilakukan pendidik/peserta didik
juga harus sesuai dengan falsafah bangsa ini yaitu pancasila.
Pengembangan
kurikulum membutuhkan filsafat sebagai landasan berfikir. Kajian-kajian
filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-permasalahan
sekitar bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, isi atau materi
pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada peserta didik,
metode apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan
bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan – permasalahan tersebut akan
sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi
atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu
beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika,
dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi
rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peran pendidik
dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan
terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum, konsep hakikat
manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik,
konsep hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan, dan
konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum
pendidikan. Keberadan
aliran-aliran filsafat dalam pengembangan kurikulum di Indonesia dapat digunakan
sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji terlebih dahulu
kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena tidak
semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem
pendidikan di Indonesia.
Adapun
cabang-cabang filsafat khusus atau terapan, pembagiannya didasarkan pada
kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat
ilmu, filsafat religi, filsafat moral, dan filsafat pedidikan. Diantara
aliran-aliran tersebut yaitu:
1. Aliran Progresevisme dan
Pragmatisme.
Aliran
progresevisme mengakui dan berusaha mengembangkan asasnya dalam semua
realita kehidupan, dengan tujuan agar semua manusia dapat bertahan menghadapi
semua tantangan hidup. Sedangkan menurut aliran pragmatisme, suatu
keterangan itu baru dikatakan benar jika sesuai dengan realitas, atau suatu
keterangan akan dikatakan benar kalau sesuai dengan kenyataannya.
2. Aliran Esensialisme.
Aliran ini didasarkan oleh nilai-nilai kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Nilai-nilai yang dimaksud ialah yang berasal dari kebudayaan dan falsafat yang
korelatif selama empat abad belakangan, yaitu sejak zaman renaissance, sebagai
pangkal timbulnya pandangan esensialisme adat.
3. Aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme adalah aliran
yang berusaha merombak tata susuan lama dengan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Pandangan tentang epistemologi, dan aksiologi
yang menjadi dasar bagi pengembangan konsep kurikulum yaitu, dari segi
epistemologi, untuk memahami realita memerlukan asas tahu, maksudnya kita tidak
mungkin memahami realita tanpa terlebih dahulu melalui proses pengalaman dan
hubungan dengan realitas terlebih dahulu melalui penemuan ilmu pengetahuan.
Sedangkan dari segi aksiologinya, bahwa dalam proses interaksi sesama manusia
diperlukan nilai-nilai.Begitu juga dalam hubungan manusia dengan alam semesta,
prosesnya tidak mungkin dilakukan dengan sikap netral.
4. Aliran Eksistensialisme.
Eksistensialisme merupakan
paham yang berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas/kreatif, seseorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
itu bersifat relative, dan karenanya itu masing – masing individu bebas
menetukan mana yang benar atau salah.Eksistensialisme menekankan pada individu
sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: Bagaimana
saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
5. Aliran Perenialisme.
Perenial
berarti “abadi”, aliran ini beranggapan bahwa beberapa gagasan telah bertahan
selama berabad-abad dan masih relevan saat ini seperti pada saat gagasan
tersebut baru ditemukan. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial
tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu.
C. Landasan
Psikologis
Psikologi
berkenaan dengan kajian tentang tingkah laku. Sehubungan dengan penyusunan
kurikulum, tingkah laku manusia yang menjadi landasan berkenaan dengan
“belajar”. Hal ini mencakup teori-teori yang berhubungan dengan proses belajar
itu sendiri, dan teori tentang perkembangan individu yang terkait dengan
perkembangan dalam melakukan proses belajar.
Kondisi
psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai
individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan
lingkungan”. Perilaku-perilakunya merupakan manifestasi dari ciri-ciri
kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Pengembangan
kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang
meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi
yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
1.
Psikologi Perkembangan.
Menurut J.P.
Chaplin Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai “…that
branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and
the maturation of behavior”. Artinya, psikologi perkembangan merupakan
cabang dari psikologi-psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu,
baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan prilaku. Melalui
kajian tentang perkembangan peserta didik diharapkan pendidik dapat berjalan
sesuai dengan karkteristik peserta didik serta kemampuannya, materi atau bahan
pelajaran apa saja yang sesuai dengan umur, bakat serat kemampuan daya tangkap
peserta didik begitu juga dengan cara penyampaiannya dengan berbagai metode
yang dapat diterima dan dilihat dari sisi psikologis tiap peserta didik.
Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan
individu, yaitu, pendekatan pentahapan (stage approach),
perkembangan individu berjalan melalui tahap – tahap perkembangan.
Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan
tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial (differential approach) melihat
bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar perbedaan dan
persamaan tersebut individu dikategorikan dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
Seperti pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ras, agama, status
sosial-ekonomi dan lain sebagainya. Kedua pendekatan itu berusaha untuk menarik
atau membuat generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Dalam kenyataannya
seringkali ditemukan adanya sifat-sifat individual, yang hanya dimiliki oleh
seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya. Pendekatan yang berusaha
melihat karakteristik individu-individu inilah yang dikelompokan sebagai pendekatan
isaptif (ipsative approach).
Banyak
ilmuan yang mengadakan penelitian akan tahap-tahap perkembangan manusia
dari segi psikologinya, diantaranya ialah Roussea yang membagi
seluruh masa perkembangan anak atas empat tahap perkembangan.
Tahap
|
Usia
|
Keterangan
|
I
(infacy)
|
0-2
th
|
Tahap
perkembangan fisik
|
II
(childhood)
|
2-12
th
|
Perkembangan
manusia primitive
|
III
(pubescence)
|
12-15
th
|
Perkembangan
intelektual dan kemampuan nalar
|
IV
(adolescence)
|
15-25
th
|
Masa
hidup sebagai manusia yang beradab, pertumbuhan seksual, social, moral, dan
kata hati
|
Tahap
perkembangan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum sebaiknya bersifat
efektif, artinya tidak terpaku pada satu pendapat tentang tahapan saja, tetapi
bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang
sangat erat.
2.
Psikologi Belajar.
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu
belajar, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku
yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang
berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik terjadi karena proses
pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar.
Menurut P.
Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang dibahas dalam
psikologi belajar, yaitu:
a. Teori disiplin mental.
Menurut
teori ini bahwa dari sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak
telah memiliki potensi-potensi tertentu. Menurut teori ini belajar adalah
merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.
b. Teori behaviorisme.
Teori ini
berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau tidak
membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh
faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan sekolah,
masyarakat, keluarga, alam, budaya, religi, dan sebagainya.
c. Teori kognitif gestald field.
Menurut
teori ini, belajar adalah proses pengembangan insight atau pemahaman baru atau
mengubah pemahaman lama. Pemahaman tersebut terjadi apabila individu menemukan
cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk
struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar, merupakan
perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau
insight merupakan citra dari perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
D. Landasan
Sosial-Budaya.
Pendidikan memegang peranan penting dalam proses
pembudayaan, sosialisasi, bahkan rekontruksi sosial. Meskipun seringkali kita
menemui kesulitan dalam menentukan bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut
dilestarikan, ke arah mana proses sosialisasi itu diarahkan, dan lain-lain,
namun secara umum peranan yang dimainkan oleh pendidikan dapat dikenali secara
jelas. Timbulnya kesulitan itu karena memang tidak mudah mengkaji tuntutan
masyarakat, oleh sebab adanya dinamika dan perkembangan, sehingga tuntutannya
pun bersifat dinamis dan berkembang pula.
Adanya
sifat dinamis, berkembangnya tuntutan, dan kekhasan masyarakat dalam kehidupan
dan penghidupan ini dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya adalah budaya,
dan lingkungan alami. Hal ini mengimplikasi adanya perbedaan antara sekelompok
masyarakat dengan kelompok masyarakat lain, terutama dilihat dari segi
kebutuhan yang sepatutnya dipenuhi oleh pendidikan. Oleh karena itu, agar
pendidikan dapat memberikan bekal yang berarti bagi masyarakat, maka kurikulum
yang merupakan rencana belajar, perlu menjadikan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat sebagai salah satu landasan dalam penyusunannya.
Landasan
sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang
dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Anak-anak berasal dari
masyarakat, mendapat pendidikan baik informal, formal, maupun nonformal dalam
lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat
tersebut.
Menurut Daud
Yusuf, terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan
melalui proses pendidikan, yaitu: logika, adalah aspek
pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek
emosi atau perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai
atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan
adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika. Sebagai akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka
kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun
semakin tinggi.
Daud Yusuf mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap
perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika), serta
perasaan (estetika) manusia, dalam rangka perkembangan kepribadian manusia,
perkembangan hubungan dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan
tuhannya. Ada faktor yang mendasari bahwa kebudayaan merupakan bagian penting
dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik
hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.
Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya,
keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah. Oleh karena itu sekolah mempunyai
tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah
satu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum pada dasarnya harus
mengakomodasikan aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis ialah yang
berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, aspek budayanya
yaitu kurikulum sebagai alat harus berimplikasi untuk mencapai tujuan
pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai,
sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
E. Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah produk dari kebudayaan. Kebudayaan manusia
yang terkait dengan ilmu dan teknologi pada saat ini telah mencapai tingkatan
yang sangat tinggi. Kemajuan ilmu dan teknologi sudah hampir ketaraf yang
dikatakan sebagi eksplosi (ledakan). Bila semua hasil temuan manusia sebagai
kebudayaan ini harus disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang terbatas di
sekolah, tidaklah mungkin semuanya dapat dilakukan. Oleh karena itu patut disampaikan
kepada anak didik di sekolah, sehingga kurikulum sekolah dapat mengantarkan
anak didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang paling mendasar untuk
didimiliki sebagai bekal hidup.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi
dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi
jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran
tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara
nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global
dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan
masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar
mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai
masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang
disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidak pastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia.
Perkembangan
IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan
pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah memberikan isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam
pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat
menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan,
keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti
kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan
lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi
monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung
maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi
industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan
teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara
langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut
sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
|
|
|
Kegiatan
pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan
alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan,
apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih,
menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang
memadai dari para guru dan pelaksana program pendidikan
lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa
depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan system
evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali
peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Kurikulum bukan
berasal dari bahasa Indonesia , tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata
dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan
lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Adapun menurut Hornby,
landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu
prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama islam yang menjadi
landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah
al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan
sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi
sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.
Ada
beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S.
zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy
and nature of knowledge, society and culture, the
individual dan learning theory. Sedangkan S.
Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum”
yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan,
asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam
bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan
asas psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak
dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat
dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya.
B. Saran
Syukur
Alhamdulillah penulis ucapkan kepada allah swt, karena dengan kehendaknya
penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Tetapi penulis meminta kritik dan saran
dari semua orang yang membaca makalah ini, agar menjadi pembelajaran untuk
penulis di kemudian hari. Agar terciptanya makalah yang lebih baik. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,Oemar,
2007, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ali, Mohammad,
2004, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung : Sinar Baru
Sukmadinata,
Nana Syaodih, 2010, Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Remajs
Rosdakarya
Dakir,
2010, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka
Cipta